Penulis: Annisa Wulandari
Foto & Ilustrasi: Adiya Chou
Publikasi: Fotonela
Kalau kamu adalah seorang fotografer yang “pemalu, pendiam, introvert, tertutup” maka ini adalah catatan untuk kamu.
Apakah kamu sering berpikir tidak akan bisa memotret orang lain karena mudah gugup, takut tidak bisa berkomunikasi, dan semacamnya?
Kamu tidak perlu berubah menjadi seorang extrovert.
Tidak ada yang salah dengan dirimu – dan sebenarnya, ada banyak kelebihan yang kamu punya. Kamu bisa tetap jadi seorang pemalu sekaligus fotografer yang hebat.
Kamu adalah seorang pemerhati yang ahli. Karena kamu tidak suka berada di tengah ruangan, atau menarik perhatian, kamu tahu bagaimana caranya memperhatikan. Dengan melakukan ini, kamu belajar untuk mengantisipasi.
Dengan mengantisipasi, kamu mengembangkan kepekaan akan waktu yang memungkinkanmu untuk diam-diam merekam moment yang orang lain lewatkan. “Moment yang menentukan” bisa kamu kuasai.
Kamu punya kemampuan untuk membaur dengan sekitarmu.
Itu artinya kamu bisa memilih untuk membimbing objekmu, atau membiarkan kehadiranmu pelan-pelan menghilang sementara kamu membuat dokumentasi.
Sementara extrovert yang ekstrem cenderung berisik dan mencolok, kamu tenang secara alami, dan karenanya foto-fotomu juga sama tenang dan mengalirnya. Atau, kalau kamu memang mau, bisa jadi foto candid yang jujur.
Membaur adalah keahlian, dan itu membuatmu bagus untuk genre semacam street photography dan dokumentasi pernikahan, dimana kamu bisa menyerap emosi dan bukan membuat-buatnya.
Kamu bisa mendapat sama banyak dari satu sesi pemotretan seperti para fotografer extrovert; hanya caranya yang berbeda.
Mereka akan mulai dengan cepat dan bising...
...sementara kamu akan butuh waktu untuk pemanasan dan begitu juga dengan objekmu.
Mereka akan memandu sesi pemotretan secara bertahap menuju sesi yang lebih fokus dan tenang untuk mendapatkan foto-foto yang serius...
...sementara kamu kebalikannya.
Saat kamu sudah lebih nyaman dengan objek, setiap sesi akan secara bertahap lebih santai dan menyenangkan. Dua metode ini sama baiknya, hanya saja berbeda.
Fotografer yang pemalu bisa jadi sama percaya dirinya dengan fotografer yang extrovert.
Jadi pemalu bukan berarti kamu tidak paham apa yang kamu kerjakan, atau tidak punya keahlian, juga bukan berarti kamu tidak punya ciri khas yang indah.
Dan kalau kamu masih berusaha mengembangkan rasa percaya diri, pertimbangkan bahwa fotografer extrovert yang kurang percaya diri lebih mudah panik dibandingkan yang pemalu.
Tidak perduli apapun kepribadianmu, belajarlah untuk mengatur nafas, menenangkan diri, dan selalu awali dengan perasaan segar.
Ini akan membantumu menjaga ketenangan saat sebuah sesi pemotretan tidak berjalan seperti yang diharapkan, dan akan memberimu beberapa saat untuk berpikir apakah kamu perlu melakukan sesuatu yang berbeda dan menghindarkan pemotretan dari kekacauan.
Dan kamu, para fotografer yang pemalu, kamu juga mampu mengatur sebuah sesi bila dibutuhkan sama seperti mereka yang extrovert.
Sebuah perintah yang tenang tapi tegas sama efektifnya dengan yang keras dan demonstratif.
Ingatlah bahwa, pada akhirnya, sebuah portfolio yang kalem tapi kuat dan percaya diri, bisa melakukannya.
Jadi, ini adalah kesempatan untuk “memperkenalkan” diri tanpa perlu banyak bicara.
Biarkan foto-foto dalam portfoliomu yang melakukannya. Maka dari itu, pastikan kamu membuat yang terbaik.
Kenyataannya, apapun kepribadianmu, menerima dan memanfaatkannya adalah kunci kesuksesan dan kebahagiaan. Orang, terutama anak-anak, bisa tahu kapan kamu berpura-pura.
Jadi, siapapun kamu, jadilah dirimu sendiri, tanpa perlu meminta maaf. Terimalah dan manfaatkan. Ini akan jauh lebih nikmat daripada menghabiskan waktu berusaha menjadi seseorang yang bukan dirimu.
Yorumlar